JAKARTA - Kementerian Perdagangan (Kemendag) menegaskan komitmennya untuk menciptakan iklim perdagangan yang lebih kondusif melalui serangkaian regulasi terbaru terkait impor. Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 16 hingga 24 Tahun 2025 menjadi bukti nyata upaya deregulasi, yang bertujuan mempermudah akses bahan baku dan bahan penolong industri, sekaligus mendorong investasi dan meningkatkan daya saing sektor industri nasional, khususnya sektor padat karya.
Sekretaris Jenderal Kemendag Isy Karim menekankan bahwa kebijakan impor ini lahir dari proses koordinasi lintas kementerian dan lembaga, serta terbuka untuk masukan konstruktif dari berbagai pihak, mulai dari pemerintah, asosiasi pelaku usaha, hingga masyarakat umum.
"Kementerian Perdagangan sangat terbuka terhadap masukan dan usulan terkait dengan kebijakan dan pengaturan impor produk tertentu yang disampaikan instansi pemerintah, kementerian, lembaga, asosiasi pelaku usaha, hingga masyarakat umum. Masukan dan usulan ini harus memenuhi tahapan-tahapan sebelum ditetapkan dalam Permendag. Salah satunya, adalah mendapatkan kesepakatan dan ditetapkan melalui Rapat Koordinasi Terbatas Kementerian Bidang Perekonomian," ujar Isy.
Latar Belakang Penerbitan Permendag
Permendag Nomor 16 sampai 24 Tahun 2025 diterbitkan sebagai lanjutan arahan Presiden Prabowo Subianto untuk menciptakan iklim usaha yang lebih kondusif. Deregulasi dilakukan melalui dua pendekatan utama:
Kebijakan impor: memberi kemudahan akses bahan baku dan bahan penolong industri.
Kemudahan berusaha: mempercepat investasi dan mendorong daya saing industri nasional.
Penerbitan Permendag ini telah diputuskan melalui Rapat Koordinasi Terbatas Kementerian Bidang Perekonomian, yang dihadiri perwakilan dari berbagai kementerian terkait, termasuk Perdagangan, Perindustrian, Pertanian, Kelautan dan Perikanan, Energi dan Sumber Daya Mineral, Kehutanan, serta Kementerian Sekretariat Negara.
Keputusan kebijakan impor juga diumumkan melalui konferensi pers bersama yang dipimpin Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, diikuti Menteri Perdagangan dan sejumlah pejabat terkait, untuk memastikan keterbukaan dan transparansi kebijakan.
Fokus Kebijakan dan Kelompok Barang Prioritas
Empat kelompok barang prioritas menjadi fokus deregulasi impor berdasarkan Rapat Koordinasi Terbatas:
Bahan baku dan bahan penolong industri, termasuk komoditas plastik, bahan bakar lain seperti etil alkohol/etanol dan biodiesel, serta pupuk bersubsidi.
Hasil Regulatory Impact Analysis (RIA) menunjukkan bahwa relaksasi kebijakan impor ini dapat:
Meningkatkan akses bahan baku dan bahan penolong industri.
Menurunkan harga bahan baku sehingga lebih kompetitif.
Mendorong produktivitas industri hilir dan potensi investasi.
Bagi industri yang mengandalkan bahan baku impor sebagai komponen utama produksi, kebijakan ini memberikan peluang untuk memperkuat daya saing dan efisiensi biaya.
Monitoring dan Evaluasi Implementasi
Isy Karim menegaskan bahwa Kemendag akan terus memantau dan mengevaluasi dampak implementasi Permendag Nomor 16 hingga 24 Tahun 2025. Evaluasi bertujuan memastikan kebermanfaatan kebijakan bagi dunia usaha dan masyarakat luas.
Masukan dari berbagai pihak, termasuk kementerian, lembaga, asosiasi pelaku usaha, hingga masyarakat, dianggap sebagai bagian dari pengawasan kebijakan yang konstruktif. Isy berharap masukan disampaikan melalui jalur resmi, yaitu Rapat Koordinasi Terbatas Kementerian Bidang Perekonomian, sesuai amanat Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perdagangan.
Tantangan dari Sektor Pertanian: Kasus Petani Tebu
Meskipun deregulasi bertujuan meningkatkan efisiensi dan investasi, sejumlah pihak menilai ada potensi dampak negatif bagi sektor tertentu. Misalnya, Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) menuntut revisi Permendag 16/2025 karena dinilai membuka keran impor etanol tanpa kuota maupun persetujuan teknis, sehingga menimbulkan penumpukan stik molasis (tetes tebu) dari petani lokal.
Sekretaris Jenderal DPN APTRI, M Nur Khabsyin, menyatakan bahwa jika beleid ini tidak direvisi atau kembali ke aturan sebelumnya (Permendag 8/2024), petani tebu siap melakukan aksi protes di Kementerian Perdagangan.
"Kalau tidak direvisi atau tidak kembali ke Permendag yang sebelumnya (Permendag 8/2024), petani tebu tetap akan melakukan ujuk rasa di Kementerian Perdagangan," ujar Nur saat seminar di Jakarta.
Kasus ini menunjukkan pentingnya koordinasi lintas sektor dalam penerapan deregulasi agar kebijakan tetap pro-rakyat dan tidak menimbulkan kerugian bagi pelaku usaha lokal.
Deregulasi dengan Keseimbangan
Penerbitan Permendag Nomor 16 hingga 24 Tahun 2025 menjadi langkah strategis pemerintah untuk mendorong efisiensi impor dan daya saing industri. Namun, keberhasilan kebijakan ini memerlukan pemantauan, evaluasi, dan penyesuaian agar tetap memberi manfaat bagi dunia usaha, industri hilir, dan masyarakat luas.
Deregulasi harus berjalan beriringan dengan koordinasi lintas kementerian, keterbukaan terhadap masukan publik, serta perlindungan terhadap kepentingan sektor domestik. Dengan demikian, kebijakan impor tidak hanya mempercepat investasi, tetapi juga memastikan keseimbangan antara kepentingan industri nasional dan keberlangsungan sektor pertanian maupun pelaku usaha lokal.