Petani

Ketidakpastian Sambut Musim Tanam: Petani Tembakau Jawa Tengah Dilema dengan Regulasi Pemerintah

Ketidakpastian Sambut Musim Tanam: Petani Tembakau Jawa Tengah Dilema dengan Regulasi Pemerintah
Ketidakpastian Sambut Musim Tanam: Petani Tembakau Jawa Tengah Dilema dengan Regulasi Pemerintah

JAKARTA - Memasuki musim tanam, petani tembakau di sentra produksi Jawa Tengah, termasuk di lereng Gunung Prau, Sindoro, dan Sumbing, menghadapi ketidakpastian yang membuat mereka was-was. Selain harus berurusan dengan perubahan cuaca yang tak menentu, tantangan terbesar yang kini dihadapi para petani adalah ancaman regulasi pemerintah yang semakin ketat.

Para petani tembakau yang selama ini mengandalkan mata pencaharian dari komoditas ini, kini dihantui oleh implementasi pasal-pasal Pengamanan Zat Adiktif di Peraturan Pemerintah (PP) No 28 Tahun 2024 serta rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (R-Permenkes) terkait produk tembakau. Aturan-aturan ini dianggap menyulitkan dan menambah beban petani, yang selama ini sudah cukup kesulitan dengan masalah distribusi pupuk dan dukungan finansial dari pemerintah.

Menurut Siyamin, Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Temanggung, para petani di wilayahnya sudah memulai persiapan lahan tanam sejak awal Maret. Dengan luasan lahan sekitar enam ribu hektar, tembakau menjadi tumpuan utama mereka di tengah tantangan musim kemarau.

"Tembakau masih jadi tumpuan harapan kami. Kendala yang kami hadapi saat ini berkaitan dengan regulasi. Dari soal regulasi pupuk bersubsidi yang belum merata, sampai pada regulasi yang ada saat ini belum bisa melindungi keberlangsungan petani," tegas Siyamin. Ia menambahkan bahwa roda perekonomian di Temanggung sangat bergantung pada sektor tembakau.

Siyamin juga berharap pemerintah, baik pusat maupun daerah, untuk berperan aktif dalam melindungi dan memberdayakan para petani. "Pemerintah harus hadir. Hapus aturan-aturan yang ketat dan mengganggu. Bantu, beri petani pendampingan," pinta Siyamin.

Tak hanya di Temanggung, keresahan serupa juga dirasakan oleh petani tembakau di Yogyakarta. Triyanto, Ketua DPC APTI Yogyakarta, menjelaskan bahwa persiapan musim tanam juga dilakukan di Kabupaten Sleman, Gunung Kidul, dan Bantul. Namun, para petani dihantui kekhawatiran akan regulasi yang membatasi ruang gerak mereka.

"Padahal sudah jelas, mulai dari proses masa tanam sampai pasca panen, perkebunan tembakau menyerap banyak tenaga kerja," ungkap Triyanto. Ia menambahkan bahwa pergerakan perekonomian di daerah sangat dipengaruhi oleh kelangsungan industri tembakau.

Triyanto menghimbau agar pemerintah menetapkan regulasi yang berpihak pada petani lokal dan menghindarkan campur tangan pihak asing yang bisa mematikan mata pencaharian mereka. "Kami mohon pemerintah dapat melindungi petani dengan regulasi yang berpihak pada kami," tekannya.

Para petani berharap ada dukungan pemerintah dalam meningkatkan kualitas dan produktivitas tembakau. "Petani butuh perlindungan. Kami sangat berharap ada langkah nyata pemerintah untuk melindungi petani. Kami menunggu kebijakan-kebijakan pro petani yang maksimal," lanjut Triyanto.

Di tengah situasi yang tidak menentu ini, ada desakan dari banyak pihak agar pemerintah lebih bijak dalam menerapkan regulasi tanpa mengabaikan nasib petani kecil. Dukungan penuh dan kebijakan yang tepat menjadi penentu keberlangsungan hidup ribuan petani yang menggantungkan kehidupannya pada komoditas ini.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index