Jepang

Indonesia Menjadi Pusat Perhatian dalam Industri Sirip Hiu: Jepang Siap Bayar Premium

Indonesia Menjadi Pusat Perhatian dalam Industri Sirip Hiu: Jepang Siap Bayar Premium
Indonesia Menjadi Pusat Perhatian dalam Industri Sirip Hiu: Jepang Siap Bayar Premium

JAKARTA - Di tengah arus global perdagangan laut, Indonesia kembali menjadi sorotan. Sirip hiu dari perairan Nusantara, yang dikenal karena kualitasnya yang tinggi, terus diminati di pasar internasional, meskipun penuh dengan kontroversi dan tantangan regulasi. Jepang, negara yang memiliki hubungan panjang dengan kuliner berbasis sirip hiu, menjadi salah satu konsumen utama produk ini.

Permintaan Pasar Internasional Meningkat

Menurut data terbaru tahun 2024, ekspor sirip hiu Indonesia dengan kode HS 03039200 mencapai angka US$1,63 juta. Dari jumlah tersebut, Jepang menyerap lebih dari setengahnya dengan nilai mencapai US$837,61 ribu. Selama lima tahun terakhir, total impor sirip hiu dari Indonesia ke Jepang mencapai lebih dari US$2 juta, menunjukkan betapa tingginya permintaan negara tersebut, meskipun ada tekanan yang semakin meningkat dari kampanye konservasi.

Dalam wawancara dengan seorang pakar kelautan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), disebutkan, "Indonesia memiliki potensi besar, tetapi penting bagi kita untuk memastikan bahwa perdagangan ini tidak mengancam populasi hiu secara nyata. Kami terus bekerja untuk mengatur dan memonitor industri ini agar lebih berkelanjutan."

Budaya Kuliner Jepang dan Sirip Hiu

Bagi masyarakat Jepang, sirip hiu bukan sekedar bahan makanan. Ini adalah bagian integral dari tradisi kuliner mereka selama berabad-abad. Sup sirip hiu terkenal sebagai simbol kemewahan dan kesehatan, sering disajikan pada acara penting seperti pernikahan dan jamuan bisnis elit. Penggunaan sirip hiu ini bukan hanya sekedar tradisi, tetapi sudah dianggap sebagai nilai tambah dalam budaya kuliner tinggi.

Mengomentari tren ini, seorang juru bicara dari Asosiasi Restoran Jepang mengatakan, "Kami memahami dan menghargai pentingnya konservasi, namun bagi banyak dari pelanggan kami, menikmati sup sirip hiu adalah pengalaman yang tidak bisa ditinggalkan."

Peran Asia dalam Perdagangan Sirip Hiu

Selain Jepang, negara-negara seperti Thailand, Hong Kong, dan Singapura juga memainkan peran signifikan dalam perdagangan ini. Thailand dan Hong Kong dikenal dengan permintaan yang kuat dari industri makanan tradisional dan pengobatan herbal, sementara Singapura lebih berfokus sebagai penghubung perdagangan, mendistribusikan sirip hiu ke berbagai negara di Asia, termasuk Tiongkok.

Kualitas sirip hiu Indonesia menjadi daya tarik utama. Produk ini dikenal memiliki ukuran lebih besar dan tekstur yang lebih tebal dibandingkan negara lain, membuatnya lebih diminati.

Regulasi dan Tantangan Konservasi

Berdasarkan peraturan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), berbagai spesies hiu telah masuk daftar perlindungan. Walau demikian, Indonesia masih mengizinkan ekspor sirip hiu dari spesies yang tidak termasuk dalam kategori dilindungi penuh.

Beberapa spesies yang sering diperdagangkan adalah hiu lanjaman (Carcharhinus falciformis), hiu martil (Sphyrna spp.), dan hiu tikus (Alopias spp.). Sebagian di antaranya dikelola di bawah CITES Appendiks II, yang berarti perdagangannya harus diawasi ketat agar tidak membahayakan populasi di alam.

Dalam sebuah diskusi dengan juru bicara KKP, terungkap bahwa, "Kami berkomitmen untuk meningkatkan pengawasan dan regulasi. Namun, perlu kesadaran dan kolaborasi semua pihak, mulai dari nelayan hingga konsumen, untuk mencapai tujuan konservasi yang sesungguhnya."

Harga Premium dan Pasar Global

Di pasar internasional, harga sirip hiu bervariasi tergantung pada kualitas dan ukuran. Di Jepang, sirip hiu kering berkualitas tinggi dapat mencapai harga antara US$600 hingga US$1.000 per kilogram. Sementara di Hong Kong, harga rata-rata berkisar antara US$400 hingga US$800 per kilogram. Jika dihitung dalam rupiah, harga di Jepang dapat mencapai antara Rp 9.720.000 hingga Rp 16.320.000 per kg.

Meski permintaan tinggi, ekspor sirip hiu dari Indonesia terus diawasi ketat. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 61 Tahun 2018 dan No. 44 Tahun 2019 membatasi cukup banyak eksploitasi, terutama pada spesies yang masuk daft6ar CITES.

Untuk masa depan, Indonesia telah menyatakan komitmennya dalam mengelola penggunaan hiu secara lebih berkelanjutan. Termasuk perlindungan penuh bagi spesies tertentu, pembatasan kuota tangkap, serta penerapan sistem perizinan ekspor yang lebih ketat. Meskipun demikian, tantangan utama tetap ada, terutama dalam hal menertibkan dan mendokumentasikan praktik penangkapan secara menyeluruh.

Sebagai langkah lanjutan, peningkatan kesadaran masyarakat dan kerjasama internasional menjadi kunci agar Indonesia dapat menyeimbangkan antara perdagangan dan konservasi. Karena bagaimanapun juga, keberlanjutan lingkungan adalah sesuatu yang harus kita jaga bagi generasi mendatang.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index