JAKARTA - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengeluarkan hasil analisis terkini terkait prediksi hilal untuk menentukan awal Ramadan tahun 1446 H atau 2025 M. Rilis yang dipublikasikan pada 20 Februari 2025 ini memuat berbagai data penting terkait hisab dan rukyatul hilal yang akan digunakan dalam penentuan awal bulan suci bagi umat Islam.
Waktu Konjungsi dan Terbenam Matahari
Menurut laporan BMKG, konjungsi atau ijtimak diperkirakan akan terjadi pada Jumat, 28 Februari 2025. Peristiwa ini disinyalir bakal terjadi pada pukul 07.44.38 WIB di Indonesia bagian barat, 08.44.38 WITA di bagian tengah, dan pukul 09.44.38 WIT untuk wilayah timur. Adapun waktu terbenam Matahari di Indonesia bervariasi, mulai dari pukul 17.54.26 WIT di Waris, Papua hingga 18.51.31 WIB di Banda Aceh, Aceh. Menurut perhitungan, konjungsi akan berlangsung sebelum Matahari terbenam, yang sangat kritikal dalam observasi hilal.
"Penentuan waktu ini sangat penting karena secara astronomis, pelaksanaan rukyat hilal—yang menjadi penentu awal Ramadan bagi yang menggunakan rukyat—dilakukan setelah Matahari terbenam pada 28 Februari," jelas BMKG dalam laporan yang mereka rilis. Mereka juga menekankan bahwa bagi yang menggunakan metode hisab, harus memperhitungkan kriteria hisab tepat saat Matahari terbenam di tanggal tersebut.
Tinggi Hilal, Elongasi, dan Umur Bulan
Pada 28 Februari 2025 nanti, ketinggian hilal saat Matahari terbenam diproyeksikan berkisar antara 3.02° di Merauke, Papua, dan 4.69° di Sabang, Aceh. Elongasi bulan—jarak sudut antara Matahari dan Bulan—diketahui berkisar antara 4.78° di Waris, Papua dan mencapai 6.4° di Banda Aceh, Aceh. Umur Bulan juga bervariasi, dari 8,16 jam di Waris sampai 11,11 jam di Banda Aceh, memberikan gambaran jelas tentang perbedaan waktu penampakan hilal di seluruh Indonesia.
Lag Waktu dan Fraksi Illuminasi
Selisih waktu terbenamnya Bulan dengan Matahari, atau biasa dikenal sebagai lag, berkisar dari 15.31 menit di Merauke hingga 22.55 menit di Sabang. Sedangkan fraksi illuminasi—yang menggambarkan seberapa banyak permukaan bulan yang diterangi sinar matahari—berkisar antara 0.11 persen di Jayapura, Papua, dan 0.22 persen di Banda Aceh. Faktor-faktor ini menjadi bagian penting dalam perhitungan menentukan penampakan hilal.
Tantangan Pengamatan: Gangguan Objek Astronomis
BMKG juga mengidentifikasi objek astronomis yang berpotensi mengganggu pengamatan rukyatul hilal. Pada tanggal 28 Februari, Saturnus dan Merkurius diprediksi akan berada dalam jarak sudut yang kurang dari 10° dari Bulan. "Objek-objek ini, Saturnus dan Merkurius, berpotensi menyebabkan kebingungan dalam proses rukyatul hilal karena jaraknya yang cukup berdekatan dengan Bulan," papar BMKG.