Jakarta - PT Industri Baterai Indonesia atau yang lebih dikenal sebagai Indonesia Battery Corporation (IBC) baru-baru ini mengungkapkan perubahan signifikan dalam nilai investasi proyek baterai nasional bersama mitra strategisnya, Contemporary Amperex Technology Co. Ltd. (CATL). Perubahan ini menyoroti tantangan dalam kerjasama internasional seiring investasi yang disetujui oleh pemerintah China mengalami penurunan drastis, mencapai kurang dari separuh dari nilai kesepakatan awal.
IBC dan CATL, melalui anak usahanya, CBL International Development Pte Ltd, sebelumnya telah membentuk sebuah perusahaan patungan (joint venture) bernama PT Contemporary Amperex Technology Indonesia Battery (PT CATIB) untuk memproduksi sel baterai. Dalam perjanjian awal, CATL berkomitmen untuk membangun kapasitas produksi pabrik hingga 15 gigawatt hour (GWh) per tahun dengan nilai investasi mencapai sekitar USD 1,18 miliar atau setara dengan Rp 19,13 triliun berdasarkan asumsi kurs Rp 16.213 per dolar AS.
Namun, dalam perkembangan terbaru, nilai Penanaman Modal Langsung Luar Negeri (ODI) yang disetujui oleh pemerintah China hanya mencapai separuh dari angka yang dijanjikan. "Dari ODI approval yang kami peroleh dari mereka [CATL] saat ini baru setengahnya. Jadi sekitar 6,9 GWh atau USD 417 juta [setara Rp 6,75 triliun]," kata Toto Nugroho, Direktur Utama IBC, dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi XII DPR yang berlangsung pada Senin, 17 Februari 2025.
Situasi ini mendorong IBC untuk aktif melakukan negosiasi ulang dengan CATL, berupaya mencari solusi terkait perbedaan jumlah investasi tersebut. Toto Nugroho mengemukakan bahwa kesepakatan investasi dengan CATL seharusnya selesai pada 28 Februari 2025. Namun, ketidakcukupan dokumen dari pihak CATL menghambat proses tersebut. "Kami masih menunggu dokumen-dokumen yang harus dilengkapi CATL untuk mendapatkan kepastian terhadap investasi," imbuhnya. Selain itu, IBC juga mengejar kepastian off-take agreement dari pihak CATL untuk memastikan keberlanjutan proyek.
Pembentukan perusahaan patungan untuk manufaktur sel baterai ini dilakukan pada Oktober 2024 lalu yang menjadi bagian dari strategi jangka panjang IBC dalam mendorong hilirisasi nikel dan pengembangan industri baterai terintegrasi. Langkah ini sejalan dengan upaya pemerintah Indonesia membangun rantai pasok baterai kendaraan listrik (electric vehicle/EV) dari hulu hingga hilir, menjadikan Indonesia sebagai pemain kunci dalam industri baterai global. Sebagai perusahaan baterai EV terbesar di dunia asal China, CATL memainkan peran penting dalam visi ambisius tersebut.
Langkah IBC bekerjasama dengan CATL dianggap sebagai upaya strategis untuk mempercepat pengembangan kapasitas industri baterai dalam negeri, merespon meningkatnya kebutuhan bahan baku baterai yang merupakan komponen utama dalam kendaraan listrik. Industrialisasi ini diharapkan dapat memberikan efek domino bagi ekonomi lokal, menciptakan lapangan pekerjaan, serta mendorong inovasi teknologi domestik.
Walaupun tantangan tetap ada, semangat optimisme tetap melekat pada agenda besar ini. Kolaborasi IBC dengan CATL bukan hanya soal memanfaatkan teknologi canggih dari mitra internasional, tetapi juga transfer pengetahuan yang dapat memperkuat kapabilitas lokal. Dengan memanfaatkan cadangan nikel Indonesia yang melimpah, proyek ini diharapkan dapat memformulasi keberlanjutan energi nasional yang lebih memberdayakan dan inovatif.
Sementara itu, para analis industri dan pengamat menyoroti pentingnya peran pemerintah dalam memfasilitasi investasi asing dan memperkuat kemitraan strategis yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi hijau. Keberhasilan kerjasama ini tidak hanya menandakan kekuatan ekonomi Indonesia di kancah global, tetapi juga sebagai katalis untuk tranformasi energi ramah lingkungan.
Dengan negosiasi yang masih berlangsung dan tekanan untuk memenuhi batas waktu yang semakin mendekat, kesepakatan ini akan menjadi ujian penting bagi kepemimpinan IBC dalam mengelola investasi strategis dan memperkuat posisi Indonesia dalam peta industri baterai global. Langkah berikut yang diambil akan menentukan arah masa depan integrasi baterai dan komitmen Indonesia terhadap pembangunan berkelanjutan di era kendaraan listrik.