JAKARTA - Pada 17 Februari 1674, sejarah mencatat sebuah bencana alam yang luar biasa mengguncang Pulau Ambon. Tsunami setinggi 90 hingga 110 meter menghantam pesisir utara pulau ini, menewaskan lebih dari 2.000 jiwa. Hari ini, 351 tahun kemudian, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengenang peristiwa memilukan ini seraya menekankan pentingnya kesiapan menghadapi bencana serupa di masa depan.
Gempa M 7,9: Pemicu Tsunami di Ambon
Tsunami pada tahun 1674 dipicu oleh gempa bumi dahsyat dengan kekuatan 7,9 skala Richter. Insiden ini terjadi bersamaan dengan puncak perayaan Tahun Baru Imlek, menambah kepanikan di kalangan masyarakat Ambon. Deputi Bidang Geofisika BMKG, Nelly Florida Riama, menjelaskan bagaimana gempa ini membawa dampak yang begitu luas.
"Gempa kali itu tidak hanya merusak infrastruktur, tetapi juga menciptakan kepanikan massal di tengah masyarakat. Bahkan, fenomena alam seperti tanah terbelah dan bukit runtuh tiba-tiba di Leitimor membuat situasi semakin mencekam," ujar Nelly dalam Webinar 'Peringatan Tsunami Ambon 1674: Sepenggal Kisah Berharga Zaman Kolonial, Bekal Menuju Ambon Tsunami Ready', yang berlangsung belum lama ini.
Dampak Mengerikan dari Catatan Sejarah
Menurut catatan Georg Eberhard Rumphius, seorang ilmuwan Belanda yang menyaksikan peristiwa tersebut, dampak dari gempa dan tsunami Ambon sangatlah dahsyat. Guncangan kuat dirasakan di seluruh Pulau Ambon dan pulau-pulau sekitarnya. Setelah gempa, tsunami menggulung pesisir Pulau Ambon, dengan kerusakan terparah di pesisir Utara Semenanjung Hitu, khususnya di daerah Seit antara Negeri Lima dan Hila.
“Catatan Rumphius ini menjadi salah satu bukti tertua dari sejarah keganasan gempa dan tsunami yang pernah melanda wilayah Maluku dan sekitarnya pada abad ke-17,” terang Daryono, Direktur Gempabumi dan Tsunami BMKG.
Sebanyak lebih dari 2.000 orang dilaporkan tewas, dan kerusakan infrastruktur begitu meluas, meninggalkan duka yang mendalam bagi masyarakat kala itu.
Wilayah Maluku: Aktif Secara Seismik
Daryono menambahkan bahwa wilayah Maluku memang dikenal sebagai salah satu daerah dengan aktivitas seismik yang tinggi di Indonesia. Oleh karena itu, memperingatkan masyarakat tentang pentingnya kesiapsiagaan menghadapi bencana alam menjadi sangat krusial.
"Dengan banyaknya sumber gempa di wilayah ini, kita harus memastikan masyarakat siap dan tahu bagaimana merespons ketika tanda-tanda bahaya gempa atau tsunami datang," jelas Daryono lebih lanjut.
Langkah-Langkah Kesiapsiagaan BMKG
BMKG, melalui berbagai programnya, terus berupaya meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi potensi bencana tsunami. Suci Dewi Anugrah, Ketua Tim Mitigasi Tsunami Samudera Hindia dan Pasifik BMKG, menegaskan komitmen lembaganya dalam mengembangkan Sistem Peringatan Dini Tsunami yang lebih efektif.
"Kita perlu memastikan bahwa masyarakat sadar dan siap menghadapi ancaman tsunami. Langkah konkrit yang kita lakukan antara lain adalah dengan mendampingi masyarakat kota Ambon dalam meningkatkan kapasitas kesiapsiagaan mereka. Kita ingin mewujudkan apa yang disebut Masyarakat Siaga Tsunami atau Tsunami Ready Community," papar Suci.
Pendidikan dan Advokasi Berkelanjutan
Selain teknologi, pendidikan dan advokasi kepada masyarakat juga menjadi fokus utama BMKG. Membangun masyarakat yang tangguh dan siap menghadapi bencana tidak dapat dicapai secara instan. Daryono menekankan bahwa pembangunan kapasitas untuk kesiapsiagaan masyarakat harus menjadi program berkelanjutan.
"Menyiapkan diri untuk bertahan di tengah ancaman bencana adalah tanggung jawab bersama. Advokasi dan edukasi terus-menerus harus diterapkan untuk membentuk masyarakat yang tangguh dan siap menghadapi segala kemungkinan," ujarnya.
Masa Depan yang Lebih Siap Menghadapi Bencana
Peringatan bencana tsunami tahun 1674 di Ambon menjadi pengingat tentang betapa dahsyat dan merusaknya kekuatan alam. Namun, dengan adanya pengetahuan dan teknologi saat ini, kemungkinan untuk mengurangi dampak dari peristiwa serupa jauh lebih besar. Kepala BMKG dan para ahli terus bekerja untuk menyebarkan pengetahuan tentang kesiapsiagaan bencana kepada seluruh lapisan masyarakat, berharap untuk menciptakan masa depan yang lebih aman dan tangguh.
Sebagai penutup, kejadian tsunami di Ambon tahun 1674 tidak hanya menjadi catatan sejarah kelam, tetapi juga pelajaran berharga bagi generasi sekarang dan mendatang. Kesiapsiagaan dan kepedulian kita dalam menghadapi potensi bencana alam harus senantiasa diperkuat, agar tragedi seperti ini tidak terulang lagi di masa depan.