JAKARTA - PT Adhi Karya (Persero) Tbk (ADHI), perusahaan konstruksi milik negara, baru-baru ini merilis pernyataan resmi terkait gugatan Rp 91 miliar sehubungan dengan proyek pembangunan Pusat Pendidikan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang. Gugatan ini diajukan oleh PT Dutasari Citralaras (PT DCL) melalui pengadilan, menempatkan ADHI sebagai pihak termohon. Namun, ADHI menyatakan bahwa gugatan tersebut seharusnya tidak ditujukan pada perusahaan mereka, melainkan pada Kerja Sama Operasi (KSO) yang mereka bentuk bersama PT Wijaya Karya (Persero) Tbk (WIKA), yang dikenal sebagai KSO ADHI-WIKA.
Dalam keterbukaan informasi kepada Bursa Efek Indonesia (BEI), Rozi Sparta, Corporate Secretary ADHI, menegaskan bahwa proyek tersebut dijalankan oleh KSO ADHI-WIKA dan bukan atas nama entitas tunggal ADHI. "Pelaksanaan Perjanjian Pekerjaan Pemborongan ADHI tidak berdiri sendiri, melainkan dalam kedudukannya sebagai KSO ADHI-WIKA," tegas Rozi Sparta.
Rozi lebih lanjut menyatakan bahwa permohonan PKPU yang diajukan PT DCL mengandung salah pihak dan kurang pihak, mengingat secara yuridis tidak pernah terdapat penandatanganan perjanjian apapun oleh ADHI sendiri. Dengan demikian, gugatan kepada ADHI dianggap tidak tepat. "Berdasarkan fakta-fakta hukum, permohonan PKPU yang diajukan oleh Pemohon PKPU II adalah salah pihak dan kurang pihak, karena secara yuridis termohon PKPU tidak pernah menandatangani suatu perjanjian apa pun," ujar Rozi.
Keterlibatan WIKA dalam KSO dan Implikasinya
Menyusul klarifikasi ini, diketahui bahwa proyek P3SON Hambalang dijalankan dengan pembagian kerja antara ADHI yang memegang porsi 70% dan WIKA sebesar 30%. Rozi menambahkan bahwa entitas KSO ADHI-WIKA berdiri sebagai entitas terpisah dari kedua perusahaan kolaboratornya, ADHI dan WIKA. "Entitas KSO ADHI-WIKA merupakan entitas terpisah dari ADHI maupun WIKA, sehingga tidak bertanggung jawab secara materi dan tidak berdiri sebagai penjamin dalam permasalahan antara PT DCL dan KSO ADHI-WIKA," jelas Rozi.
Pada tanggal 24 September 2024, meskipun informasi terkait gugatan sudah beredar, pihak ADHI belum menerima surat panggilan resmi dari Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Gugatan tersebut dipecah menjadi dua, dengan Pemohon PKPU I melayangkan gugatan senilai Rp 25 miliar, sementara Pemohon PKPU II sebesar Rp 66,66 miliar.
Nilai total gugatan yang mencapai Rp 91 miliar setara dengan 0,98% dari nilai ekuitas ADHI yang dilaporkan sebesar Rp 9,2 triliun per 31 Juni 2024. Dari sisi keuangan, jumlah ini diklaim ADHI tidak memberikan dampak materialitas yang signifikan terhadap ekuitas perusahaan. Selain itu, jika dibandingkan dengan kas dan setara kas mereka yang tercatat per 31 Juni 2024, jumlah ini mewakili 3,41% dari total kas, menegaskan kembali posisinya yang tidak mengancam stabilitas finansial perusahaan.
Komitmen ADHI Terhadap Keterbukaan Informasi
Di tengah situasi ini, ADHI tetap berkomitmen untuk menjaga transparansi informasi kepada publik dan pemegang saham. Hingga saat ini, mereka menyatakan belum ada informasi lain yang perlu diklarifikasi terkait permohonan PKPU ini. "Sampai dengan saat ini, tidak ada informasi lainnya terkait permohonan PKPU yang belum diklarifikasi dan/atau disampaikan oleh perseroan. Perseroan tetap berkomitmen untuk memberikan keterbukaan informasi apabila terdapat update," pungkas Rozi dalam pernyataannya.
Kasus gugatan ini menunjukkan kompleksitas dalam pengelolaan proyek besar yang melibatkan kerjasama beberapa perusahaan besar. Keterlibatan ADHI dan WIKA dalam KSO menegaskan pentingnya kejelasan tanggung jawab hukum dan peran dalam entitas kolaboratif, terutama ketika menghadapi tuntutan hukum. Para pengamat hukum bisnis akan menyesuaikan pandangan mereka berdasarkan perkembangan lanjutan dari kasus ini.
Perspektif Pasar: Implikasi bagi ADHI dan WIKA
Dengan adanya kasus ini, investor dan pelaku pasar saham terus memantau bagaimana dampak hukum ini terhadap nilai saham kedua perusahaan, ADHI dan WIKA. Meskipun gugatan dinilai tidak material, langkah antisipasi dengan memperkuat mekanisme kerja sama dan pengelolaan risiko hukum tetap menjadi fokus. Terlebih lagi, transparansi yang dijanjikan ADHI memberikan sinyal positif kepada pemegang saham bahwa perusahaan tetap menjaga kepercayaan publik secara menyeluruh.
Pengembangan proyek besar seperti P3SON Hambalang selalu sarat dengan risiko, baik dalam aspek teknis, legal, maupun finansial. Namun, dengan pendekatan kolaboratif yang solid dan strategi manajemen risiko yang hati-hati, kedua perusahaan diharapkan dapat menyelesaikan proyek ini sembari meminimalkan dampak negatif dari perselisihan hukum sejenis di masa depan.